We are competencies on IT & Management, Industry, Property, Government & Education. We also provide services including consultancy, training, implementation, customization and maintenance support.


Industry

Industry is the production of an economic good or service within an economy. Manufacturing industry became a key sector of production and labour in European and North American countries during the Industrial Revolution, upsetting previous mercantile and feudal economies. This occurred through many successive rapid advances in technology, such as the production of steel and coal.

IT and Management

We provide end to end solutions including ERP Application Softwares (SAP, Oracle, Microsoft Dynamics, JDEdwards, Peoplesoft), Hardware System Infrastructure, networking infrastructure, Security solutions, Storage Management and Disaster Recovery, Access Infrastructure (Citrix Solution Advisor – Gold Partner), Printing Solutions, Enterprise Reporting, Acrobat Family and Print/Web publishing, Authoring and design, CAD Productivity.

Property

Property management is the operation, control, and oversight of real estate as used in its most broad terms. Management indicates a need to be cared for, monitored and accountability given for its useful life and condition. Property management involves the processes, systems and manpower required to manage the life cycle of all acquired property as defined above including acquisition, control, accountability, responsibility, maintenance, utilization and disposition.

Government

A government is the body within an organization that has the authority to make and enforce rules, laws and regulations, control and direct the actions or behavior of the individuals within the organization and deal with everyday administrative issues.

Education

Education today involves many challenges, from preparing students to join the workforce to meeting stringent legislative requirements. Administrators, instructors, and researchers turn to SAP, Oracle, PeopleSoft or Microsoft Dynamics for the products and services they need to achieve success in these and many other areas.

Smart People - Financials Management – Supply Chain Management – Manufacturing Management – Property Management – Enterprise Assets Management – EDW/BI – Projects Management – SAP – Oracle – JDEdwards – PeopleSoft - Hyperion – Microsoft Dynamics – Hardware System Infrastructure – Networking Infrastructure – Security solutions – Storage Management and Disaster Recovery – Access Infrastructure – Printing Solutions – Enterprise Reporting – Acrobat Family and Print/Web publishing – Authoring and design – CAD Productivity - Digital Marketing - Marketing Communication - Digital Communication

Sunday 15 April 2018

Hajar Aswad


Pada awalnya, Hajar Aswad merupakan salah satu batu yang ditemukan oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS pada saat mereka sedang membangun Ka’bah.


Nabi Ismail yang pertama menemukan batu tersebut ketika dia mencari-cari batu tambahan untuk bangunan Ka’bah.

Batu tersebut kemudian diserahkannya kepada ayahnya. Nabi Ibrahim begitu tertarik kepada batu tersebut sehingga dia menciuminya berulang-ulang kali. Ketika akan menempatkan batu tersebut pada tempatnya, mereka terlebih dahulu menggendongnya sambil berlari-lari kecil mengelilingi bangunan Ka’bah sebanyak tujuh putaran.

Dalam sejarahnya yang panjang, Hajar Aswad telah terlibat dalam peristiwa-peristiwa sejarah yang penting. Salah satu peristiwa penting tersebut melibatkan Nabi Muhammad SAW sebagai pemeran utama.


Pada sekitar lima tahun sebelum Muhammad diangkat sebagai nabi dan rasul, yakni ketika beliau berumur 35 tahun, diadakan pemugaran Ka’bah karena adanya beberapa kerusakan.

Pemugaran tersebut diadakan berdasarkan kesepakatan para pemuka kabilah suku Quraisy yang ada di Kota Makkah. Akan tetapi, terjadi perselisihan yang hampir saja mengakibatkan pertumpahan darah di antara sesama masyarakat Quraisy tersebut ketika akan menetapkan siapa yang berhak menempatkan kembali Hajar Aswad pada posisinya semula. Masing-masing tokoh Quraisy merasa paling berhak untuk menempatkan kembali batu tersebut.

Ketika perselisihan semakin memuncak, muncullah Abu Umayyah bin Mughirah Al-Makhzumi mengajukan usul agar permasalahan tersebut diserahkan kepada seseorang yang akan mengadilinya. Dia mengusulkan agar orang tersebut adalah orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram melalui Bab Al-Shafa pada hari itu. Usulan tersebut disetujui oleh semua pemuka Quraisy.

Ternyata, orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram melalui Bab Al-Shafa pada hari tersebut adalah Muhammad bin Abdullah. Maka disepakatilah Muhammad bin Abdullah sebagai orang yang akan mengadili perkara penempatan kembali Hajar Aswad tersebut.

Di sinilah semakin terlihat kualitas pribadi Muhammad bin Abdullah. Dengan kecerdasan dan kebijaksanaan yang dimilikinya, Muhammad berhasil memberikan jalan keluar yang dapat diterima semua pihak. Beliau menghamparkan sehelai kain di tanah, lalu mengangkat Hajar Aswad dan menempatkannya di atas bentangan kain tersebut.

Kemudian beliau meminta setiap pemuka kabilah Quraisy memegang masing-masing sudut dan sisi kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya untuk membawa Hajar Aswad ke tempatnya semula. Setelah sampai ke dekat tempat Hajar Aswad, Nabi Muhammad mengangkat dan menempatkan Hajar Aswad ke tempat aslinya.

Dengan cara demikian, para pemuka Quraisy merasa sama-sama punya andil dalam menempatkan kembali Hajar Aswad ke tempat aslinya.

Cara sederhana dan bijaksana yang ditempuh Muhammad bin Abdullah tersebut berhasil menghindarkan persengketaan yang hampir terjadi dan berhasil pula memuaskan semua pihak. Sejak saat itu, rasa percaya dan hormat kaum Quraisy kepada Muhammad bin Abdullah semakin meningkat
.
Share:

Smart People

  1. Intellegent Quotient (IQ)
Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemampuan otak kita untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk ruang kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk melihat kemampuan pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.
Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:
  1. Pemahaman absolut terhadap skor IQ
    Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari proses belajar.
  2. Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika
    Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju.
  1. Emotional Quotient (EQ)
Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performace dan kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah. Seseorang yang memiliki Emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan. Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai, karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaatKarena kecerdasan emosi ini lebih ditekankan kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh kesadaran tinggi untuk mengontrol emosi kita ini.
  1. Spiritual Qoutient (SQ)
Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan. Kecerdasan ini muncul apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan atheis).
Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
  1. Moral Quotient (MQ)
Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju dengan apa yang benar.
Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan menjadi penyebab yang baik di masa depan.
Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia secara umum pada seluruh budaya di dunia.
Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?
  1. Adversity Quotient (AQ)
Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 – 1931) berhasil menemukan baterai yang ringan dan tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak heran kalau ada yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000 kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa akhirnya Anda akan berhasil?” Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil? Bukan hanya berhasil, saya telah mendapatkan banyak hasil.
Apakah adversity quotient (AQ) itu? Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata, orang yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih rendah.
Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Dalam hal ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian:
  1. Quitter (yang menyerah). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan
  2. Camper (berkemah di tengah perjalanan)Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman. “Ngapain capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.
  3. climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni mereka, yang dengan segala keberaniannya menghadapi risiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam konteks ini, para climber dianggap memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper, dan quitter.
Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem seorang climber (pendaki)–yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ) tinggi. Terminologi AQ memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel Goleman, kecerdasan finansial (financial quotient) milik Robert T. Kiyosaki, atau kecerdasan eksekusi (execution quotient) karya Stephen R. Covey. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang bersifat given. AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya. Manusia sejati adalah manusia yang jika menempuh perjalanan yang sulit, mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.
Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras, berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga, selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda dengan orang lain pada umumnya. Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi tantangan
Dalam dunia kerja, mengapa para karyawan yang ber-IPK tinggi kalah bersaing dibandingkan para karyawan lain yang ber-IPK rendah tetapi lebih berani dalam bertindak?
Sumber lain menambahkan antara lain sbb:
  1. Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
Kepekaan terhadap arti kata-kata, urutan antara kata-kata, suara, irama, perubahan suara, dan irama kata-kata (misalnya, penyair).
  1. Kecerdasan Fisik (Body Smart)
Buat kamu yang menikmati kegiatan fisik (olahraga), cekatan dan tidak bisa tinggal diam, berminat dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan gerak dinamis. Artinya kamu memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani.
Mereka yang punya kecerdasan ini memiliki kemampuan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan. Contohnya atlet, penari, ahli bedah, pengrajin, dan lainnya.
  1. Kecerdasan Interpersonal (People Smart)
Macam – Macam Kecerdasan lainya adalah kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan dimana orang pintar dalam memahami orang lain dan sensitif terhadap sekitarnya. Orang dengan kecerdasan ini mampu memahami perasaan orang lain dengan mudah. Orang dengan kecerdasan ini juga memiliki kemampuan dalam memimpin, berempati, dan mengatur orang lain. Orang dengan kecerdasan ini mampu mempelajari apapun dari orang lain dan mencontoh hal baik untuk dia lakukan.
  1. Kecerdasan Visual (Visual Smart)
Orang dengan kecerdasan visual memiliki tingkat kecerdasan yang mengacu pada gambar, ruang, bentuk, dan tentang gambaran perasaan. Orang dengan kemampuan ini dapat merekam apa yang dilihatnya dan mengingat dengan jelas gambaran aslinya, mereka juga mampu menggambarkan secara nyata visual yang ada di gambaran mereka. Orang dengan kecerdasan ini memiliki kemampuan melukis, potografi, arsitek, design, dan lainnya. Orang dengan kecerdasan ini memiliki tingkar seni yang tinggi.
  1. Kecerdasan Music (Musikal Smart)
Orang yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan yang baik dalam bermain musik, bernyanyi, memahami nada, dan menciptakan irama musik. Orang dengan kecerdasan ini memiliki suara yang merdu dan sangat baik. Mereka juga sensitif dengan nada nada musik dan sangat efektif apabila bekerja ditemani lantunan musik. Mereka berfikir melalui melodi dan irama.
Share:

ERP Software Industry

We provide end to end solutions including ERP Application Softwares (SAP, Oracle, JDEdwards, Peoplesoft, Microsoft Dynamics), Hardware System Infrastructure, networking infrastructure, Security solutions, Storage Management and Disaster Recovery, Access Infrastructure (Citrix Solution Advisor – Gold Partner), Printing Solutions, Enterprise Reporting, Acrobat Family and Print/Web publishing, Authoring and design, CAD Productivity. 
Implementation ERP's scope usually implies significant changes to staff work processes and practices. Generally, three types of services are available to help implement such changes—consulting, customization, and support. Implementation time depends on business size, number of modules, customization, the scope of process changes, and the readiness of the customer to take ownership for the project. Modular ERP systems can be implemented in stages. The typical project for a large enterprise consumes about 14 months and requires around 150 consultants. Small projects can require months; multinational and other large implementations can take years.[citation needed] Customization can substantially increase implementation times.
Process preparation Implementing ERP typically requires changes in existing business processes. Poor understanding of needed process changes prior to starting implementation is a main reason for project failure. It is therefore crucial that organizations thoroughly analyze business processes before implementation. This analysis can identify opportunities for process modernization. It also enables an assessment of the alignment of current processes with those provided by the ERP system. Research indicates that the risk of business process mismatch is decreased by: Linking current processes to the organization's strategy Analyzing the effectiveness of each process Understanding existing automated solutions ERP implementation is considerably more difficult (and politically charged) in decentralized organizations, because they often have different processes, business rules, data semantics, authorization hierarchies and decision centers. This may require migrating some business units before others, delaying implementation to work through the necessary changes for each unit, possibly reducing integration (e.g. linking via Master data management) or customizing the system to meet specific needs. A potential disadvantage is that adopting "standard" processes can lead to a loss of competitive advantage. While this has happened, losses in one area are often offset by gains in other areas, increasing overall competitive advantage. 
Configuration Configuring an ERP system is largely a matter of balancing the way the customer wants the system to work with the way it was designed to work. ERP systems typically build many changeable parameters that modify system operation. For example, an organization can select the type of inventory accounting—FIFO or LIFO—to employ, whether to recognize revenue by geographical unit, product line, or distribution channel and whether to pay for shipping costs when a customer returns a purchase. 
Customization ERP systems are theoretically based on industry best practices, and are intended to be deployed as is. ERP vendors do offer customers configuration options that allow organizations to incorporate their own business rules but there are often functionality gaps remaining even after the configuration is complete. ERP customers have several options to reconcile functionality gaps, each with their own pros/cons. Technical solutions include rewriting part of the delivered functionality, writing a homegrown bolt-on/add-on module within the ERP system, or interfacing to an external system. All three of these options are varying degrees of system customization, with the first being the most invasive and costly to maintain. Alternatively, there are non-technical options such as changing business practices and/or organizational policies to better match the delivered ERP functionality. 
Key differences between customization and configuration include: Customization is always optional, whereas the software must always be configured before use (e.g., setting up cost/profit center structures, organisational trees, purchase approval rules, etc.) The software was designed to handle various configurations, and behaves predictably in any allowed configuration. The effect of configuration changes on system behavior and performance is predictable and is the responsibility of the ERP vendor. The effect of customization is less predictable, is the customer's responsibility and increases testing activities. Configuration changes survive upgrades to new software versions. Some customizations (e.g. code that uses pre–defined "hooks" that are called before/after displaying data screens) survive upgrades, though they require retesting. Other customizations (e.g. those involving changes to fundamental data structures) are overwritten during upgrades and must be reimplemented.
Customization Advantages: Improves user acceptance[31] Offers the potential to obtain competitive advantage vis-à-vis companies using only standard features. 
Customization Disadvantages: Increases time and resources required to both implement and maintain. Inhibits seamless communication between suppliers and customers who use the same ERP system uncustomized.[citation needed] Over reliance on customization undermines the principles of ERP as a standardizing software platform 
Extensions ERP systems can be extended with third–party software. ERP vendors typically provide access to data and functionality through published interfaces. Extensions offer features such as:[citation needed] Archiving, reporting and republishing Capturing transactional data, e.g. using scanners, tills or RFID Access to specialized data/capabilities, such as syndicated marketing data and associated trend analytics Advanced planning and scheduling (APS) Managing resources, facilities and transmission in real-time 
Data migration Data migration is the process of moving/copying and restructuring data from an existing system to the ERP system. Migration is critical to implementation success and requires significant planning. Unfortunately, since migration is one of the final activities before the production phase, it often receives insufficient attention. The following steps can structure migration planning: Identify the data to migrate Determine migration timing Generate the data templates[clarification needed] Freeze the toolset Decide on migration-related setups[clarification needed] Define data archiving policies and procedures.
Share:

Total Views

Kholid eFendi

HP/WA: +62821 2522 0856
eMail: hfendie@gmail.com
fBook: kholid.efendi
Twitter: @hfendi
Instagram: kholid.efendi
www.linkedin.com/in/hfendi

Blog Archive

Hajar Aswad